SURAT UNTUK PBB, AMERIKA SERIKAT, BELANDA DAN INDONESIA
“Anda Harus Menebus Dosa Politik Di Masa Lalu”
Anda
boleh saja mengangkat diri sebagai pendekar hak asasi manusia, aktor
demokrasi yang tulen dan pengabdi hukum yang abadi. Tetapi satu hal yang
belum Anda sadari adalah atas nama hak asasi manusia, demokrasi dan
hukum Anda telah menghancurkan hidup dan
masa depan rakyat Papua Barat.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Selamat
pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam dan selamat
menjalankan tugas sebagai pemimpin di tempat Anda masing-masing. Semoga
keadaan Anda dalam keadaan yang sehat dan walafiat.
Pada
kesempatan ini, lewat sepucuk surat ini kami rakyat Papua Barat datang
ke hadapan Anda untuk menggugat status politik Papua Barat. Sebuah
sejarah gelap telah melintas dalam kehidupan manusia, sejarah itu
menjadi gelap ketika PBB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia
bersandiwara dalam menentukan status politik Papua Barat. Rakyat dan
bangsa Papua Barat telah menjadi korban akibat dosa-dosa yang Anda
lakukan di masa lampau. Kini saatnya bagi Anda untuk menebus dosa itu.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Ketika
status Papua Barat menjadi daerah sengketa antara Belanda dan
Indonesia, maka dirasa perlu adanya penyelesaian secara damai dan
demokratis. Untuk penyelesaian secara damai dan demokratis ini, maka
dilakukan berbagai upaya. Tetapi semua upaya yang ditempuh selalu sarat
dengan kepentingan. PBB dengan kepentingannya, Amerika Serikat dengan
kepentingannya, Belanda dengan kepentingannya dan Indonesia dengan
kepentingan. Yang menjadi korban kepentingan Anda adalah rakyat dan
bangsa Papua Barat.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Kini kami mau
menyatakan sandiwara politik Anda itu. Ketika Papua Barat dinyatakan
sebagai negara merdeka pada tanggal 1 Desember 1961, Indonesia merasa
kehilangan sebagian wilayahnya yaitu Papua Barat. Sehingga Soekarno
lewat Trikora di Yogyakarta-Indonesia, mencanangkan invasi militernya ke
Papua Barat. Akhirnya terjadilah berbagai operasi militer di Papua
Barat. Tetapi yang selalu menjadi korban adalah rakyat Papua Barat.
Akibat
dari sengketa antara Belanda dan Indonesia ini, maka lahirnya New York
Agreement lewat proposal penyelesaian masalah yang diusulkan oleh Dubes
Amerika di PBB, Elsworth Bunker. Selanjutnya proposal ini diterima
kedua belah pihak antara Indonesia dan Papua Barat. Tetapi dalam
kesepakatan itu, tidak melibatkan rakyat Papua Barat yang daerahnya
menjadi sumber sengketa.
Tepatnya pada tanggal 1 Mei 1963
penguasa sementara dari PBB, UNTEA (United Nations Excecutive Authority)
menyerahkan Papua Barat ke Indonesia sesuai dengan isi New York
Agreement. Penyerahan ini bukan berarti Papua Barat masuk ke dalam
wilayah kekuasaan Indonesia, tetapi hanya untuk mengurus sementara
administrasi pemerintahan bagi kehidupan rakyat Papua Barat. Tetapi
ketika itu yang terjadi adalah tindakan sewenang-wenang militer
Indonesia. Semua barang peninggalan Belanda dibawah ke Indonesia oleh
militer Indonesia. Rakyat diteror dan diintimidasi bahkan sampai
dibunuh.
Penguasa sementara PBB, UNTEA (United Nations Excecutive
Authority) tidak dapat berbuat apa-apa, malah dijadikan mainan oleh
pemerintah Indonesia. Hal itu berlanjut terus hingga saat-saat menjelang
PEPERA dilaksanakan. Ketika itu perwakilan PBB untuk Papua Barat Dr.
Fernando Ortiz Sans mengemukakan bahwa keinginan sebagai besar rakyat
Papua Barat adalah merdeka sebagai negara sendiri. Tetapi ia sampai pada
pernyataan itu karena kekuatan militar yang didukung Amerika Serikat
tidak memungkinkan dia berbicara dan bertindak banyak.
Di sinilah
permainan Amerika Serikat dapat terbaca, yaitu ketika kontrak karya PT.
Freeport Indonesia ditandatangani pada tahun 1967, walaupun status
politik Papua Barat masih tidak jelas. Tetapi sesungguhnya kepentingan
ekonomi politik Amerika Serikta di Papua Barat sangat jelas ada sejak
tahun 1962 ketika New York Agreement disepakati.
Menjelang
PEPERA, Indonesia memilih 1025 perwakilan rakyat Papua Barat yang akan
memilih dalam PEPERA nanti. Para calon pemilih ini sebelum pelaksanaan
PEPERA, dibawah keliling Jawa dan Bali sambil menyogokan pelacur-pelacur
di hotel-hotel berbintang. Dan mereka diberikan radio tens supaya bisa
memilih bergabung dengan Indonesia dalam pelaksanaan PEPERA nanti.
Akhirnya
upaya Indonesia telah berhasil, yaitu semua pemilih dalam PEPERA dengan
sepakat menyatakan bergabung dengan Indonesia. Hasil itu akhirnya
dilaporkan oleh Ortiz Sans dalam Sidang Umum di PBB dan Papua Barat
secara resmi dinyatakan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayah
negara Republik Indonesia.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Sekilas
sejarah yang mengingatkan Anda pada dosa-dosa Anda masa lampau ini
memberikan gambaran umum bahwa sesungguhnya tidak pernah ada keadilan
bagi rakyat Papua Barat dalam menentukan nasibnya sendiri. Yang paling
nampak adalah kepentingan Amerika dan Indonesia, Belanda yang tidak
berdaya dan PBB yang sama sekali tidak berfungsi. Semuanya ini merupakan
dosa politik masa lalu yang harus ditebus sekarang.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Sekarang
kita akan melihat hakekat demokrasi, hak asasi manusia dan hukum yang
Anda junjung tinggi itu, dan berdasarkan itupula kita akan mengukur
kadar dosa Anda serta menguji hakekat diri Anda sebagai bangsa yang
katanya sebagai bangsa demokratis, berperikemanusiaan dan menjujung
tinggi hukum.
Anda telah mengajarkan bahwa demokrasi yang
sesungguhnya adalah adanya kebebasan untuk memilih termasuk untuk
menentukan nasibnya sendiri sebagai negara merdeka. Apakah ini telah
Anda terapkan di Papua Barat dalam menentukan status politiknya, di mana
saat itu Anda bertindak sebagai guru demokrasi? Yang kami tahu adalah
Anda bermain politik kotor hanya demi kepentingan ekonomi. Amerika dan
Indonesia melihat Papua Barat sebagai daerah yang kaya dengan hasil
bumi, sehingga hati nurani rakyat Papua Barat yang ingin merdeka telah
dimanipulasi.
Akhirnya apa yang terjadi, Indonesia membantai
rakyat Papua Barat atas nama demokrasi. Apakah dalam demokrasi yang
sesungguhnya harus ada pembantaian? Hal yang sama pula, mendekati
saat-saat PEPERA, rakyat Papua Barat diteror dan diintimidasi untuk
membungkam suara agar dapat bergabung dengan Indonesia. Bukankah dalam
demokrasi ada kebebasan untuk memilih tanpa tekanan apapun? Apakah ini
demokrasi yang Anda agung-agungkan itu?
Begitu pula dengan
Belanda. Ketika New York Agreement ingin disepakati tidak melibatkan
rakyat Papua Barat, padahal rakyat yang mempunyai daerah sengketa Papua
Bara juga mempunyai hak bersuara dalam pengambilan keputusan untuk
mengesahkan New York Agreement. Apakah ini yang namanya demokrasi?
Utusan
PBB yang seharusnya bertindak adil dan jujur sebagai badan dunia yang
netralpun sama sekali tidak berdaya. UNTEA saat itu hanyalah sebagai
simbol yang kosong, seakan-akan berbuat sesuatu di Papua Barat. UNTEA
hanya berdiam diri saja dan tidak berdaya. Ketika Indonesia melaksanakan
aksi jahatnya UNTEA memilih diam dan malas tahu. Jika demikian, apakah
dalam demokrasi harus ada pembungkaman suara walaupun kejahatan sedang
bermain di depan mata? Apakah inilah yang namanya demokrasi?
Tuan-Tuan yang terhormat,
Sekarang
kita menilai kegilaan Anda dengan ukuran hak asasi manusia. Dalam
demokrasi pasti ada penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Secara
teoritis demokrasi tanpa penghargaan nilai kemanusiaan bagaikan raga
manusia tanpa jiwa. Kandungan demokrasi adalah kemanusiaan. Itulah
ajaran Amerikan Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB. Tetapi kita harus
menguji ajaran mereka itu, apakah mereka laksanakan sendiri atau tidak.
Sesungguhnya,
manusia Papua Barat yang memiliki tanah Papua Barat harus dihargai
dalam upaya menentukan nasibnnya sendiri. Mereka mempunyai hak untuk
menentukan masa depan mereka. Tetapi hak mereka dalam kesepakatan New
York Agreement tidak dihargai. Apakah ini manusiawi?
Hal yang
sama juga, dalam penyerahan Papua Barat oleh UNTEA kepada Indonesia,
tanggal 1 Mei 1963 tanpa persetujuan dari rakyat Papua Barat. Apakah ini
manusiawi?
Dalam kurun waktu antara tahun 1963 sampai 1969
terjadi berbagai aksi militer Indonesia di Papua Barat. Militer
Indonesia mengambil semua barang peninggalan Belanda dan di bawah ke
Indonesia. Rakyat Papua Barat dibunuh dengan tuduhan separatis. Apakah
kata separatis pantas diucapkan ketika status politik secara resmi belum
dinyatakan sebagai bagian dari Indonesia? Berbagai teror dan intimidasi
dilakukan terhadap rakyat Papua Barat supaya memilih bergabung dengan
Indonesia. Apakah ini manusiawi? Para calon pemilih dalam PEPERA selalu
ditakut-takuti supaya tetap memilih Indonesia. Apakah ini manusiawi?
Apakah
penentuan nasib sendiri yang dilaksanakan dengan intimidasi dan teror
serta tidak menerapkan sistem internasional sesuai kesepakatan dalam New
York Agreement tidak melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan?
Negara-negara dan badan dunia yang mengangkat diri sebagai pendekar
kemanusiaan akan menjawab semua jawaban ini.
Tuan-Tuan yang terhormat,
Sekarang
kita menilai semuanya dengan pendekatan hukum. Menurut hukum
internasional yang selalu Anda agung-agungkan, dinyatakan bahwa
kemerdekaan adalah hak politik setiap bangsa. Selanjutnya setiap bangsa
bebas untuk berpemerintahan sendiri dan membangun bangsanya sendiri.
Tetapi
yang terjadi di dalam penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat adalah
lain. Lain karena penentuan nasib sendiri itu dinyatakan oleh orang dan
bangsa lain yang sama sekali tidak terikat dengan subyek hukum.
Seharusnya yang menyatakan nasib sendiri adalah rakyat Papua Bara.
Tetapi mengapa Amerika Serikat, Indonesia, Belanda dan PBB menyalahi
hukum yang mereka junjung tinggi? Mengapa saat itu hukum dipolitisir?
Biasanya jika hukum dipolitisisr, maka yang terjadi adalah pengingkaran
terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Kebenaran hal ini telah Anda
buktikan dalam sandiwara politik status Papua Barat. Dalam hal inipun
Anda telah menjadi guru yang baik.
Sudah menjadi kebiasaan di
man-mana, bahwa hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah. Hal itu
terbukti, ketika hukum yang seharusnya ditegakkan menjadi runtuh dan
reruntuhan itu telah menghancurkan masa depan rakyat Papua Barat.
Sehingga sesungguhnya tidak ada hukum yang paling mulia di dunia ini,
karena hukum dibuat untuk memuluskan jalan golongan tetentu untuk
mencapai kepentinganya. Dan itu terbukti dalam permainan politik kotor
penentuan status politik Papua Barat. Apakah dengan ini Anda mengajak
kami untuk tunduk di depan hukum karetmu itu?
Tuan-Tuan yang terhormat,
Segala
dosa telah Anda lakukan di masa silam terhadap rakyat dan bangsa Papua
Barat. Dosa-dosa Anda menyebabkan penderitaan hidup bagi rakyat Papua
Barat. Anda boleh saja mengangkat diri sebagai pendekar hak asasi
manusia, aktor demokrasi yang tulen dan pengabdi hukum yang abadi.
Tetapi satu hal yang belum Anda sadari adalah atas nama hak asasi
manusia, demokrasi dan hukum Anda telah menghancurkan hidup dan masa
depan rakyat Papua Barat. Kini dosa itu harus Anda tebus, tetapi ini
tebusan di dunia, untuk diakhirat urusan Anda dan Tuhan.
Kini
hanya ada satu cara yang bisa Anda lakukan, yaitu dengarkanlah jeritan
tangis rakyat Papua Barat. Dari dalam setiap penderitaan hidup, kami
hanya memohon Anda menebus dosa Anda. Tebusan dosa itu Anda lakukan
dengan Pengakuan Bersalah, Peninajauan Kembali PEPERA dan Refrendum
untuk Papua Barat. Tiga hal ini mutlak dilaksanakan dengan mengedepankan
prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Bukan demokrasi dan hak asasi
manusia yang Anda terapkan saat Anda berbuat dosa, sebab itu namanya
“demokrasi dan hak asasi manusia pura-pura”.
Jangan lagi
bermanis bibir dan mengaku negara demokratis dan pendekar hak asasi
mansia. Mestinya Anda malu atas segala dosa politik Anda di masa silam.
Ataukah Anda masih mau bersandiwara karena belum puas dengan mencuri
kandungan alam Papua Barat?
Tetapi, dosa itu harus Anda tebus.
Kami tidak akan berhenti berteriak kepada Anda supaya Anda menebus dosa
Anda. Siapa yang menggali lobang, dialah yang harus menutup lobang. Anda
telah menggali lobang penderitaan bagi rakyat Papua Barat, maka lobang
penderitaan itu Andalah yang pertama menutupinya.
Jika semuanya
ini tidak Anda lakukan, maka kami akan melawan Anda selamanya. Kami akan
mengajarkan kepada anak cucu kami dari generasi ke generasi bahwa
“musuh utama kalian adalah PBB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia”.
Jika Anda tidak menebus dosa Anda, boleh saja generasi kami terus
berganti dari waktu ke waktu tetapi musuh kami untuk selamanya adalah
Anda.
Semuanya ini akan menjadi kenangan pahit dalam sejarah
dunia hingga hari penghakiman terakhir. Semoga Anda menebus dosa Anda
dan bertobat sambil kembali ke jalan yang benar. Tuhan, jangan lupakan
dosa-dosa politik mereka sebelum mereka mau menebus dosa dan mau
bertobat.
Hormat Kami : Rakyat Papua Barat. ***